Jumat, 03 Februari 2017

Memaknai sebuah pencarian

Dokumen pribadi, diambil di Suvarnabhumi Airport

Akhirnya aku ada di sini lagi, setelah waktu demi waktu menjalani rutinitasku setiap hari membuatku tak pernah melihat dunia luar kembali. Minimal jam 20.00 aku baru tiba di rumah. Lebih-lebih beberapa bulan mendatang, dengan datangnya bulan-bulan krusial bagi perusahaan aku harus siap untuk hanya menempati rumahku minimal dari 22.00 hingga 05.00, atau sekitar 7 jam saja. Itu minimal.

Setiap hari kuhabiskan setiap detik nafasku hanya untuk memikirkan pekerjaan-yang-tidak-akan-ada-selesainya. Temanku pernah bertanya kira-kira seperti ini "Kapan semua pekerjaan ini akan selesai?". Tanyanya dengan nada agak sedikit kesal. Menyesalkan kenapa dia pernah mengatakan bahwa dia siap bekerja hingga larut malam kepada atasannya saat wawancara kala itu. Maklum, freshgraduate. Saat itu temannya menjawab enteng. "Ya kalo udah selesai mah namanya lo pensiun... atau dipecat, haha!". Ya, memang benar adanya. Kita direkrut untuk melaksanakan pekerjaan, di mana pekerjaan kita penuh dengan permasalahan. Tugas kita adalah pemecah permasalahan tersebut. "Ya makanya perusahaan ngerkrut lo! Karena emang lo ditugaskan untuk menyelesaikan permasalahan itu!". Kata temanku yang lain. Banyak juga teman saya.

Aku menyukai atmosfer bandara. Bukan secara harfiah, akan tetapi suasananya. Lihat lah orang-orang di sini, ada yang senang karena baru pertama kali akan naik pesawat, ada yang terburu-buru untuk mengejar jadwal meeting di luar kota, ada yang baru datang dari suatu perjalanan nan jauh di sana untuk menemui keluarganya kembali. Sedangkan aku?

Di antara orang-orang yang lalu lalang ini, aku hanya mengamati. Mereka tahu apa yang mereka cari, sedangkan aku tidak. Sudah berkali-kali aku ke sini dan tetap kembali ke sini karena mencari tujuan yang salah. Tujuan-tujuan yang selama ini ternyata bukan lah tujuan utama. Beberapa tercoret setelah mengenalinya lebih dalam. Bukan karena tidak bagus, akan tetapi tidak cocok. Bagaimana aku akan menikmati pemandangan di bawah laut sana jika aku sendiri seorang thallasophobia? Lebih baik aku hanya melihatmu saja dari jauh dan membiarkanmu ada di sana

Dokumen pribadi, diambil di Pulau Sapi, Kota Kinabalu

Pada akhirnya saat aku harus kembali lagi dengan tanpa hasil, itu sudah hal biasa. Kembali dengan tanpa hasil bukankah suatu hasil juga? Seperti jika akhirnya aku mengetahui bahwa aku tidak tahu. Bukankah itu sebuah pengetahuan baru? Dan apabila akhirnya kamu mengetahui aku kembali dengan tanpa hasil lagi, tolong jangan tanyakan pertanyaan retorik itu. Aku mencari. Tapi kemana lagi jika memang semua ini berarti bahwa yang kucari adalah memang kamu.

Dokumen pribadi, diambil di Changi International Airport


o0o





9 komentar:

  1. Boleh gak nanya... Kamu yang di dalam laut itu apa?
    Maaf... 2 kali baca tapi gagal paham... Y_Y

    BalasHapus
  2. Hi mba Chika. Makasih ya udah baca. Saya sendiri juga bingung jelasinnya haha.

    Sebenernya itu perumpamaan aja mba. Tempat-tempat yang dikunjungi itu sebenarnya adalah perumpamaan untuk seseorang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya.. Kepala saya aja lg g bisa memproses bahasa dg perumpamaan... Efek menghadapi realitas bersama kiddos sepertinya..

      Hapus
  3. Suka bahasanya simpel tapi dalem. Semoga segera menemukan yg dicari. Tapi jika yg dicari adalah "dia", kenapa harus menjauh pergi? Hehe. Salam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih Rahma.

      Aamiin :)

      Nah itu lah manusia. Kadang kita tidak sadar ternyata yang dicari ada di dekat kita :)

      Hapus
  4. eaaaa.. jadi nyari siapa?? hihi..

    BalasHapus
  5. Terus mencari dan mencari
    Karena setiapkali bertemu, akan selalu ada hal baru yang akan dicari

    BalasHapus
    Balasan
    1. Everythng happen for a reason :)

      Pasti ada yang bisa kita pelajari

      Hapus